Di Jalan Apakah Anda Menikah?

Ini bukan pertanyaan basa-basi. Pertanyaan ini penting untuk dijawab.

Di jalan apakah anda menikah? Ada jalan instinctive yang biasa dilalui manusia pada umumnya, bahwa pernikahan adalah cara menyalurkan kebutuhan biologis yang pasti muncul pada lelaki dan perempuan dewasa. jalan yang menghantarkan setiap orang, apapun agama dan ideologinya, untuk bisa saling mencintai dan menyayangi pasangan hidupnya. Menumpahkan syahwat secara bertanggungjawab kepada pasangannya.

 

Binatang mengekspresikan keinginan berpasangan secara instinctive. Tentu saja binatang tidak memiliki tujuan yang ideologis dalam melaksanakan fungsi reproduktif. Mereka hanya diberi instinct mengembangkan keturunan dengan jalan penyaluran libido seksual kepada lawan jenis. Mereka dibekali naluri yang kuat untuk mendekati lawan jenis dan melampiaskan keinginan instinctivenya.

 

Pilihan jalan ini bersifat amat tradisional, secara intuitive manusia memerlukan teman dan pasangan hidup. Maka mereka mencari pasangan semata-mata dengan orientasi besar penyaluran kebutuhan biologis. Pilihan pasangan hidupnya pun sesuai dengan tujuan tersebut, iaitu harus bisa memuaskan keperluan syahwatnya secara optimal. Desakan untuk menikah muncul kerana pertimbangan usia yang semakin dewasa, dan dorongan libido yang kian memuncak. Jalan ini merupakan pilihan masyarakat yang awam akan agama, dan jauh dari sentuhan spiritualitas.

Di jalan apa anda menikah? Ada ideologi materialisme yang menawarkan janji-janji serbamateri. Kekayaan, kemegahan, kersbapunyaan material akan menjadi tawaran anda menapakinya.. Kehidupan layaknya borjuis, mengukur segala sesuatu berdasarkan aspek materi, kebaikan diukur dari segi melimpahnya harta dunia. Pesta pernikahan di dasar samudera, bulan madu di angkawa raya, malam pertama di California, itu janji-janjinya.

 

Perhatikan bagaimana Allah s.w.t mencirikan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah:

dan orang-orang yang kafir itu bersenang-senang di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang. Dan neraka adalah tempat tinggal mereka” [Muhammad:12]

 

Mereka hidup hanya berfoya-foya, tidak mengenal orientasi ukhrawi. Hidup mereka penuh dengan kemelimpahan materi. Dampaknya ketika memutuskan untuk melaksanakan pernikahan, tolok ukur utamanya adalah materi. Memilih calon suami atau isteri lebih meninjau sissi-sisi materialnya. Baik materi itu berupa kekayaan, atau materi dalam konteks kecantikan, ketampanan, bentuk tubuh, berat dan tinggi badan, warna kulit dan lain sebagainya.

 

Allah mencela orientasi materialistis, dengan mengungkapkan celaan kepada pelakunya:

“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang amat sangat” [Al Fajr:20]

 

Demikian juga Allah s.w.t telah mengecam para pemilik kemewahan yang berorientasi materialistis:

“bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur” [At Takatsur:1-3]

 

Sebuah celaan yang amat dahsyat, bagaimana orang berlumba-lumba dalam orientasi materi, sehingga membutakan mata ruhani dan membakar nafsu duniawi mereka. Sampai masuk kubur mereka masih berfikir membawa kemegahan dunia. Dalam ayat lain Allah mencela mereka yang sentiasa mengukur segala sesuatu dengan harta:

“yang menumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa harta itu dapat mengekalkannya” [Al Humazah:2-3]

 

Sebuah orientasi picik yang akan menghantarkan manusia menuju kepada kehinaan. Benarlah kata-kata bijak yang mengingatkan akan masalah ini, “Barangsiapa orientasi dan cita-citanya hanyalah sebatas pada apa yang masuk ke dalam perutnya, maka nilai kemanusiaannya tak lebih dari apa yang keluar dari perutnya.”

 

Betapa banyak masyarakat kita rela meninggalkan keyakinan agamanya, hanya kerana ingin mendapatkan jodoh yang tampan, cantik dan kaya. Jika jalan ini menjadi pilihan anda, kerugian sudah pasti merupakan akibatnya. Ini adalah pilihan hidup yang menyesatkan, bukankah materi memiliki sifat dasar tidak pernah bisa memuaskan?

Di jalan apakah anda menikah? nun jauh di sana, ada kehidupan lain yang menolak kemewahan. Adalah serbaruhani, di mana ketiadapunyaan menjadi dasar pilihannya. Kehidupan material harus ditinggalkan karena ialah sumber permasalahan. Harta adalah sampah dunia yang kotor dan amat menjijikkan. Keluarga yang bergalimang dalam kehidupan materi akan melenakan, maka jangan mencari materi, sebab ia akan menyesatkan. Orientasi serbamateri membawa anda kepada kehidupan kehinaan, sebabnafsu memiliki benda-benda adalah syahwat yang membakar dan menghanguskan. Materi akan menghinakan anda, maka berpalinglah darinya, begitu prinsip mereka yang berada di jalan serbaruhani.

 

Antitesa dari jalan serbamateri adalah jalan serbaruhani. Perlawanan kultural dan ideologis, melawan kemewahan dengan ketiadaan, melawan kerakusan dengan keberpalingan dari dunia, melawan keberadaan dengan ketiadaberadaan. Jalan ini amat menistakan kebergelimangan material, menolak hidup berlimpah harta, tubuh gemuk, malas ibadah dan pula syahwat menguasai hidup; akan tetapi mereka melawan dengan ekstrem di sisi yang lain.

 

Sesungguhnyalah Islam tidak mengharamkan materi selama diperoleh dengan cara yang benar. Islam menganggap harta adalah bagian dari perhiasan dunia yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang dan mengoptimalkan kebaikan. Sekalipun Islam tidak menghendaki umatnya berorientasi serba materi, akan tetapi juga menolak jalan sebarohani yang menolak kepentingan materi.

Di jalan apakah anda menikah? Terbentang pula dengan lurus dan amat luas jalan dakwah. Jalan para Nabi dan syuhada, jalan orang-orang soleh, jalan para ahli surga yang kini telah bercengkerama di taman-tamannya:

“katakanlah: inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata. Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik” [Yusuf:108]

 

Hadzihi sabili, inilah jalanku, yakni ad’u ilallah, aku senantiasa mengajak manusia kepada Allah. Fi’il mudhari’ yang digunakan pada kalimat ad’u ilallah semakin menegaskan bahwa dakwah adalah pekerjaan yang sedang dan akan terus menerus dilakukan kaum muslimin, iaitu ana, Rasulullah s.a.w, wamanittaba’ani dan orang-orang yang mengikuti Rasulullah s.a.w sampai akhir zaman nanti.

 

Inilah jalanku, yaitu jalan dakwah, jalan yang membentang lurus menuju kebahagiaan dan kepastian akhir. Jalan yang dipilihkan Allah untuk para Nabi, dan orang-orang yang setia mengikuti mereka. Jalan inilah yangmenghantarkan Nabi s.a.w menikahi isteri-isterinya. Jalan ini yang menghantarkan Ummu Sulaim menerima pinangan Abu Thalhah. Jalan yang menyebabkan bertemunya Ali r.a dan Fatimah Az-Zahra dalam sebuah keluarga.

 

Di jalan dakwah itulah Nabi s.a.w menikahi Ummahatul Mukminin. Di jalan itu pula para sahabat Nabi menikah. Di jalan dakwah itulah orang-orang soleh membina rumah tangga. jalan ini menawarkan kelurusan orientasi, bahwa pernikahan adalah ibadah. Bahwa berkeluarga adalah salah satu tahapan dakwah untuk mengakkan kedaulatan di muka bumi Allah.

 

Lalu mengapa anda memilih jalan-jalan yang lainnya? Padahal jalan-jalan lain itulah yang akan menyesatkan dan menjerumuskan:

“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa” [Al-An’am:153]

 

Menikahlah di jalan dakwah, anda akan mendapatkan keberuntungan. Di jalan ini para sahabat Nabi melangkah, di jalan ini mereka menikah, di jalan ini pula mereka meninggal sebagai syahid dengan kematian yang indah. Justeru senantiasa menjadi investasi masa depan yang menguntungkan di dunia mahupun akhirat.

 

Di jalan ini kecenderungan ruhaniyah amat mendapat perhatian, akan tetapi tidak mengabaikan segi-segi materi. Di jalan ini setan terkalahkan oleh orientasi Rabbani, dan menuntun prosesnya, dari awal sampai akhir, senantiasa memiliki kontribusi terhadap kebaikan diri dan umat. Sejak dari persiapan diri, pemilihan jodoh, peminangan, akad nikah hingga walimah, dan hidup satu rumah. Tiada yang dilakukan kecuali dalam kerangka kesemestaan dakwah

my book, i'm lovin it 😀

 

dipetik dari buku Di Jalan Dakwah Aku Menikah [Cahyadi Takariawan]

 

so, di jalan apakah anda ingin/sudah menikah? (soalan untuk dijawab dalam hati pasangan masing-masing)

Leave a comment